Pengikut

Rabu, 26 Juni 2013

Resensi Novel Ronggeng Dukuh Paruk


RESENSI
“ RONGGENG YANG MALANG
DI DESA CABUL”
A.    LATAR BELAKANG
1.      Deskripsi Buku



Judul Resensi  : Ronggeng yang Malang di Desa Cabul
Judul Buku      : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis             : Ahmad Tohari
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit     : 1982
Cetakan           : 2011
Harga              : -
Tebal Buku      : 408 halaman
2.      Ikhtisar Umum Buku
Novel ini menceritakan keadaan suatu desa pada tahun 1965-an, yaitu desa yang kecil, miskin, dan berada di tengah sawah. Pemukiman sempit dan terpencil itu bernama Dukuh Paruk yang terletak di Banyumas. Kemelaratannya, keterbelakangannya, penghuninya yang kurus dan sakit, serta sumpah serapah cabul menjadi bagiannya yang sah. Namun warganya sangat bangga tinggal di dukuh itu karena mereka memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan yaitu ronggeng, yang mereka anggap dapat menggairahkan kehidupan mereka.
Setelah beberapa tahun Dukuh Paruk kehilangan ronggeng, kini ada tanda-tanda kemunculan kembali seorang ronggeng yang terlihat pada diri Srintil, gadis cilik yatim piatu yang kedua orang tuanya meninggal akibat dari tempe bongkrek. Di Dukuh Paruk meyakini bahwa tidak semua gadis bisa menjadi ronggeng, mereke percaya bahwa yang bisa menjadi ronggeng sejati yaitu gadis yang kemasukan roh indang ronggeng dan Srintil lah gadisnya. Dalam waktu singkat, Srintil mampu menunjukkan kemampuannya meronggeng didepan warga kampung. Semua orang terbuai olehnya. Akhirnya Srintil terpilih menjadi seorang ronggeng di Dukuh Paruk. Untuk menjadi seorang ronggeng, maka Srintil harus menjalani upacara tradisional yang berujung pada acara bukak klambu, yaitu dimana seorang ronggeng harus menyerahkan keperawanannya pada laki-laki yang mampu memberikan harta yang sudah ditentukan. Meskipun Srintil merasa ngeri, namun dia tidak mampu untuk menolaknya karena Srintil sedang menjalani sebuah tradisi. Dan setelah itu juga Srintil harus mau tidur dan bertayub dengan lelaki dari kalangan manapun, dan itu akan menjadi aktifitas keseharian Srintil.
Seorang pemuda Dukuh Paruk, yaitu Rasus, dia merasa sakit hati mengetahui Srintil akan benar-benar menjadi ronggeng dan harus menjalani beberapa upacara adat tersebut termasuk bukak klambu. Karena Rasus sebenarnya menaruh hati kepada ronggeng cilik tersebut. Rasus yang hanya bisa mencintai Srintil tidak bisa berbuat banyak setelah Srintil benar-benar resmi menjadi seorang ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Dia memilih pergi meninggalkan Srintil dan Dukuh Paruk yang miskin itu setelah mendapatkan keperawanan Srintil atas penyerahan diri Srintil sendiri dan tidak ada satu orangpun yang tau selain mereka berdua..
Kepergian Rasus meninggalkan luka di hati Srintil karena ternyata Srintil juga mencintai Rasus, dan itu sangat berpengaruh pada perjalanan hidup Srintil. Rasus yang meninggalkan Dukuh Paruk dengan sakit hatinya, akhirnya dia menjadi tentara yang gagah berani. Saat terjadinya perampokan di rumah Kartareja, saat itu juga kembalinya Rasus ke Dukuh Paruk. Rasus mendapatkan pujian dan menjadi pemuda kebanggaan bagi warga Dukuh Paruk, dan selama di dukuh itu Rasus mendapatkan kemanjaan dari Srintil. Srintil benar-benar ingin menjadi istri Rasus dan mendapatkan momongan sampai-sampai dia menawarkan akan membelikan sepetak tanah untuk bertani atau uang untuk modal berdagang, bahkan srintil akan berhenti menjadi seorang ronggeng apabila menjadi istri Rasus. Namun itu semua tidak menggoyahkan tekat Rasus untuk tetap meninggalkan Srintil dan Dukuh Paruk. Pada saat fajar merekah, Rasus melangkah dengan gagahnya meninggalkan Srintil yang sedang tidur dengan pulasnya.
Setelah kepergian Rasus yang kedua kalinya, Srintil menyadari bahwa tidak semua laki-laki mampu ditundukka oleh seorang ronggeng. Dan setelah kejadian itu Srintil makin hari semakin murung dan lebih suka menyendiri. Dia mulai tidak mau meronggeng dan melayani laki-laki lagi. Kemurungan Srintil membuat masyarakat Dukuh Paruk tidak suka karena mereka percaya bahwa ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk.
Kemogokan Srintil untuk kembali meronggeng masih belum berujung ketika datang tawaran dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian untuk menyambut perayaan hari kemerdekaan atau Agustusan. Walaupun pada akhirnya Srintil mau menari lagi namun bukan karena Srintil mau menjadi ronggeng lagi melainkan semata-mata karena ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan Dawuan. Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tidak berhak melawan kekuasaan.
Setelah menari dalam acara Agustusan Srintil menerima tawaran Pak Sentika dari desa Alaswangkal untuk menari kembali dan menjadi gowok bagi anak Sentika. Bahwa gowok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak lelakinya yang sudah menginjak dewasa dan menjelang kawin.
Setelah itu Srintil serta rombongannya sering diajak pentas dalam acara rapat-rapat umum yang dipimpin oleh Pak Bakar sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sedang  mencari masa, sehingga mereka dianggap berdekatan dengan kelompok PKI. Walaupun sebenarnya Srintil tidak tau apa maksud dari rapat itu, yang ia tau hanyalah menari dan melayani nafsu laki-laki. Pemberontakan PKI kandas dalam sekejab dan akibatnya mereka yang dikira PKI dan siapapun yang berdekatan dengan PKI di desa manapun mereka akan ditangkap dan ditahan. Karena PKI yang selalu menciptakan keributan dimana-mana. Nasib itu terjadi juga kepada Srintil serta warga Dukuh Paruk lainnya seperti Sakarya, Kartareja, dan masih banyak lagi, yang awalnya mereka ingin meminta perlindungan kepada pihak polisi Dawuan namun karena nama mereka tercantum dalam catatan maka mereka di tahan kurang lebih selama dua tahun.
Setelah dua tahun mereka kembali ke Dukuh Paruk. Srintil kembali dengan kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup semua dukanya selama tahanan dan bertekat melepas status ronggengnya untuk membangun sebuah pribadi yang utuh sebagai perempuan DukuhParuk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun dimana keberadaan Rasus saat itu.
Tidak lama kemudian Srintil bertemu dengan seorang laki-laki bernama Bajus. Dia berjanji akan menikahi Srintil dan Srintilpun selalu berusaha untuk mencintai Bajus. Setelah Srintil mulai menyukai Bajus, yang terjadi adalah Bajus ternyata lelaki impoten yang berniat menawarkan Srintil kepada pejabat proyek. Srintil sangat kecewa dan ia tertekan sehingga mengalami tekanan jiwa dan srintilpun menderita sakit gila yang pada akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.

B.     JENIS

Novel yang merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala ini termasuk jenis novel fiksi.

Saya memfokuskan pembuatan resensi pada unsur ekstrinsik yaitu sosial budaya yang masih kental dengan adat istiadat dan tradisi yang dialami di Dukuh Paruk. Misalnya selalu memasang sesaji di dekat makam Ki Secamenggala yang diyakini sebagai kami tua di dukuh itu. Orang-orang dukuh paruk selalu menghubungkan atau mengartikan fenomena alam dengan kejadian-kejadian buruk yang sedang maupun akan terjadi pada masyarakat Dukuh Paruk (selalu membaca sasmita alam), seperti ada segumpal cahaya kemerahan dating dari langit menuju Dukuh Paruk, setelah sampai di atas pedukuhan cahaya itu pecah, menyebar ke segala arah. Itu diartikan bahwa akan adanya suatu bencana besar di Dukuh Paruk. Selain itu pelaksanaan upacara adat bagi seorang gadis yang akan menjadi ronggeng termasuk upacara bukak klambu yang merupakan syarat terakhir akan sempurnanya seorang ronggeng.



C.    PENILAIAN
1.      Keunggulan
Srintil merupakan tokoh sebagai simbol penyemangat perempuan saat ini untuk mencari kemerdekaannya dimana pada saat itu Srintil selalu diperbudak oleh laki-laki untuk memenuhi hawa nafsunya dan selalu dikekang untuk memilihhidupnya sendiri. Penulis menceritakan kondisi sosial budaya dengan adat dan tradisi, serta kesederhanaan hidup yang dialami masyarakat di dukuh pada saat itu dengan jelas. Dengan kejelasan yang di tuliskan oleh penulis seakan saya bisa mengetahui dan merasakan bagaimana keadaan Dukuh Paruk pada saat itu. Bagaimana kesederhanaan yang dialami masyarakatnya.
Jika dibandingkan dengan filmnya, menurut saya novel ini lebih menarik. Karena dalam film Sang Penari tidak diceritakan secara keseluruhan, sosial budaya serta adat dan tradisi tidak diceritakan secara mendetail, hanya diambil sekilas-sekilas saja. Dan menurut saya film Sang Penari itu hanya terfokus pada bagian buku Lintang Kemukus Dinihari saja.

2.      Kelemahan
Kelemahan novel ini terletak pada penggunaan bahasanya yang banyak menggunakan kata-kata seronok dan kasar seperti kata “asu buntung” dan “bajul buntung”, dan masih banyak lainnya. Serta kata-kata pornografi dalam bagian-bagian tertebtu seperti pada bukak klambu. Novel ini juga terlalu banyak menceritakan suasana desa yang begitu mendetail, sehingga pada saat dibaca terasa terlalu jenuh. Apabila dibandingkan dengan film Sang Penari, maka bahasa yang digunakan dalam film sedikit lebih sopan walaupun kata-kata “ asu bunting” dan “ bajul bunting” masih ada tetapi tidak banyak. Serta pemeranannya tidak terlalu fulgar seperti yang ada dalam novel.

3.      Kesimpulan
Menurut saya novel ini layak untuk dibaca oleh kalangan pelajar terutama kalangan mahasiswa. Karena dengan membaca novel ini kita akan mengetahui kehidupan terdahulu pada saat komunis menyerang masyarakat kita dan kita juga dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan dari orang-orang dahulu. Kita juga mendapat pelajaran bagaimana lebih bisa menjunjung kedudukan wanita supaya tidak diperbudak oleh laki-laki dan tidak di kengkang untuk memilih kehidupan yang layak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar