RESENSI
“ RONGGENG YANG MALANG
DI DESA CABUL”
A.
LATAR
BELAKANG
1. Deskripsi
Buku
Judul Resensi : Ronggeng yang Malang di Desa Cabul
Judul Buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 1982
Cetakan : 2011
Harga : -
Tebal Buku : 408 halaman
2. Ikhtisar
Umum Buku
Novel
ini menceritakan keadaan suatu desa pada tahun 1965-an, yaitu desa yang kecil,
miskin, dan berada di tengah sawah. Pemukiman sempit dan terpencil itu bernama
Dukuh Paruk yang terletak di Banyumas. Kemelaratannya, keterbelakangannya,
penghuninya yang kurus dan sakit, serta sumpah serapah cabul menjadi bagiannya
yang sah. Namun warganya sangat bangga tinggal di dukuh itu karena mereka
memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan yaitu ronggeng, yang mereka anggap dapat
menggairahkan kehidupan mereka.
Setelah
beberapa tahun Dukuh Paruk kehilangan ronggeng, kini ada tanda-tanda kemunculan
kembali seorang ronggeng yang terlihat pada diri Srintil, gadis cilik yatim
piatu yang kedua orang tuanya meninggal akibat dari tempe bongkrek. Di Dukuh
Paruk meyakini bahwa tidak semua gadis bisa menjadi ronggeng, mereke percaya
bahwa yang bisa menjadi ronggeng sejati yaitu gadis yang kemasukan roh indang
ronggeng dan Srintil lah gadisnya. Dalam waktu singkat, Srintil mampu
menunjukkan kemampuannya meronggeng didepan warga kampung. Semua orang terbuai
olehnya. Akhirnya Srintil terpilih menjadi seorang ronggeng di Dukuh Paruk.
Untuk menjadi seorang ronggeng, maka Srintil harus menjalani upacara
tradisional yang berujung pada acara bukak klambu, yaitu dimana seorang
ronggeng harus menyerahkan keperawanannya pada laki-laki yang mampu memberikan
harta yang sudah ditentukan. Meskipun Srintil merasa ngeri, namun dia tidak
mampu untuk menolaknya karena Srintil sedang menjalani sebuah tradisi. Dan
setelah itu juga Srintil harus mau tidur dan bertayub dengan lelaki dari
kalangan manapun, dan itu akan menjadi aktifitas keseharian Srintil.
Seorang
pemuda Dukuh Paruk, yaitu Rasus, dia merasa sakit hati mengetahui Srintil akan
benar-benar menjadi ronggeng dan harus menjalani beberapa upacara adat tersebut
termasuk bukak klambu. Karena Rasus sebenarnya menaruh hati kepada ronggeng
cilik tersebut. Rasus yang hanya bisa mencintai Srintil tidak bisa berbuat
banyak setelah Srintil benar-benar resmi menjadi seorang ronggeng yang dianggap
milik orang banyak. Dia memilih pergi meninggalkan Srintil dan Dukuh Paruk yang
miskin itu setelah mendapatkan keperawanan Srintil atas penyerahan diri Srintil
sendiri dan tidak ada satu orangpun yang tau selain mereka berdua..
Kepergian
Rasus meninggalkan luka di hati Srintil karena ternyata Srintil juga mencintai
Rasus, dan itu sangat berpengaruh pada perjalanan hidup Srintil. Rasus yang
meninggalkan Dukuh Paruk dengan sakit hatinya, akhirnya dia menjadi tentara
yang gagah berani. Saat terjadinya perampokan di rumah Kartareja, saat itu juga
kembalinya Rasus ke Dukuh Paruk. Rasus mendapatkan pujian dan menjadi pemuda
kebanggaan bagi warga Dukuh Paruk, dan selama di dukuh itu Rasus mendapatkan
kemanjaan dari Srintil. Srintil benar-benar ingin menjadi istri Rasus dan
mendapatkan momongan sampai-sampai dia menawarkan akan membelikan sepetak tanah
untuk bertani atau uang untuk modal berdagang, bahkan srintil akan berhenti
menjadi seorang ronggeng apabila menjadi istri Rasus. Namun itu semua tidak
menggoyahkan tekat Rasus untuk tetap meninggalkan Srintil dan Dukuh Paruk. Pada
saat fajar merekah, Rasus melangkah dengan gagahnya meninggalkan Srintil yang
sedang tidur dengan pulasnya.
Setelah
kepergian Rasus yang kedua kalinya, Srintil menyadari bahwa tidak semua
laki-laki mampu ditundukka oleh seorang ronggeng. Dan setelah kejadian itu
Srintil makin hari semakin murung dan lebih suka menyendiri. Dia mulai tidak
mau meronggeng dan melayani laki-laki lagi. Kemurungan Srintil membuat masyarakat
Dukuh Paruk tidak suka karena mereka percaya bahwa ronggeng Srintil telah
menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk.
Kemogokan
Srintil untuk kembali meronggeng masih belum berujung ketika datang tawaran
dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian untuk
menyambut perayaan hari kemerdekaan atau Agustusan. Walaupun pada akhirnya
Srintil mau menari lagi namun bukan karena Srintil mau menjadi ronggeng lagi
melainkan semata-mata karena ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan Dawuan.
Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tidak berhak melawan
kekuasaan.
Setelah
menari dalam acara Agustusan Srintil menerima tawaran Pak Sentika dari desa
Alaswangkal untuk menari kembali dan menjadi gowok bagi anak Sentika. Bahwa
gowok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak
lelakinya yang sudah menginjak dewasa dan menjelang kawin.
Setelah
itu Srintil serta rombongannya sering diajak pentas dalam acara rapat-rapat
umum yang dipimpin oleh Pak Bakar sebagai anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang sedang mencari masa, sehingga
mereka dianggap berdekatan dengan kelompok PKI. Walaupun sebenarnya Srintil
tidak tau apa maksud dari rapat itu, yang ia tau hanyalah menari dan melayani
nafsu laki-laki. Pemberontakan PKI kandas dalam sekejab dan akibatnya mereka
yang dikira PKI dan siapapun yang berdekatan dengan PKI di desa manapun mereka
akan ditangkap dan ditahan. Karena PKI yang selalu menciptakan keributan
dimana-mana. Nasib itu terjadi juga kepada Srintil serta warga Dukuh Paruk
lainnya seperti Sakarya, Kartareja, dan masih banyak lagi, yang awalnya mereka
ingin meminta perlindungan kepada pihak polisi Dawuan namun karena nama mereka
tercantum dalam catatan maka mereka di tahan kurang lebih selama dua tahun.
Setelah
dua tahun mereka kembali ke Dukuh Paruk. Srintil kembali dengan kejiwaan yang
sangat tertekan. Ia berjanji menutup semua dukanya selama tahanan dan bertekat
melepas status ronggengnya untuk membangun sebuah pribadi yang utuh sebagai
perempuan DukuhParuk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun dimana keberadaan
Rasus saat itu.
Tidak
lama kemudian Srintil bertemu dengan seorang laki-laki bernama Bajus. Dia
berjanji akan menikahi Srintil dan Srintilpun selalu berusaha untuk mencintai
Bajus. Setelah Srintil mulai menyukai Bajus, yang terjadi adalah Bajus ternyata
lelaki impoten yang berniat menawarkan Srintil kepada pejabat proyek. Srintil
sangat kecewa dan ia tertekan sehingga mengalami tekanan jiwa dan srintilpun
menderita sakit gila yang pada akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.
B.
JENIS
Novel yang merupakan penyatuan
trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala
ini termasuk jenis novel fiksi.
Saya memfokuskan pembuatan resensi
pada unsur ekstrinsik yaitu sosial budaya yang masih kental dengan adat
istiadat dan tradisi yang dialami di Dukuh Paruk. Misalnya selalu memasang
sesaji di dekat makam Ki Secamenggala yang diyakini sebagai kami tua di dukuh
itu. Orang-orang dukuh paruk selalu menghubungkan atau mengartikan fenomena alam
dengan kejadian-kejadian buruk yang sedang maupun akan terjadi pada masyarakat
Dukuh Paruk (selalu membaca sasmita alam), seperti ada segumpal cahaya
kemerahan dating dari langit menuju Dukuh Paruk, setelah sampai di atas
pedukuhan cahaya itu pecah, menyebar ke segala arah. Itu diartikan bahwa akan
adanya suatu bencana besar di Dukuh Paruk. Selain itu pelaksanaan upacara adat
bagi seorang gadis yang akan menjadi ronggeng termasuk upacara bukak klambu
yang merupakan syarat terakhir akan sempurnanya seorang ronggeng.
C.
PENILAIAN
1. Keunggulan
Srintil merupakan tokoh
sebagai simbol penyemangat perempuan saat ini untuk mencari kemerdekaannya
dimana pada saat itu Srintil selalu diperbudak oleh laki-laki untuk memenuhi
hawa nafsunya dan selalu dikekang untuk memilihhidupnya sendiri. Penulis
menceritakan kondisi sosial budaya dengan adat dan tradisi, serta kesederhanaan
hidup yang dialami masyarakat di dukuh pada saat itu dengan jelas. Dengan
kejelasan yang di tuliskan oleh penulis seakan saya bisa mengetahui dan
merasakan bagaimana keadaan Dukuh Paruk pada saat itu. Bagaimana kesederhanaan
yang dialami masyarakatnya.
Jika dibandingkan
dengan filmnya, menurut saya novel ini lebih menarik. Karena dalam film Sang
Penari tidak diceritakan secara keseluruhan, sosial budaya serta adat dan
tradisi tidak diceritakan secara mendetail, hanya diambil sekilas-sekilas saja.
Dan menurut saya film Sang Penari itu hanya terfokus pada bagian buku Lintang Kemukus
Dinihari saja.
2. Kelemahan
Kelemahan novel ini
terletak pada penggunaan bahasanya yang banyak menggunakan kata-kata seronok
dan kasar seperti kata “asu buntung” dan “bajul buntung”, dan masih banyak
lainnya. Serta kata-kata pornografi dalam bagian-bagian tertebtu seperti pada
bukak klambu. Novel ini juga terlalu banyak menceritakan suasana desa yang
begitu mendetail, sehingga pada saat dibaca terasa terlalu jenuh. Apabila
dibandingkan dengan film Sang Penari, maka bahasa yang digunakan dalam film sedikit
lebih sopan walaupun kata-kata “ asu bunting” dan “ bajul bunting” masih ada
tetapi tidak banyak. Serta pemeranannya tidak terlalu fulgar seperti yang ada
dalam novel.
3. Kesimpulan
Menurut saya novel ini layak untuk
dibaca oleh kalangan pelajar terutama kalangan mahasiswa. Karena dengan membaca
novel ini kita akan mengetahui kehidupan terdahulu pada saat komunis menyerang
masyarakat kita dan kita juga dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan dari
orang-orang dahulu. Kita juga mendapat pelajaran bagaimana lebih bisa
menjunjung kedudukan wanita supaya tidak diperbudak oleh laki-laki dan tidak di
kengkang untuk memilih kehidupan yang layak.

